Jumat, 19 November 2010

Dengarkan Aku, Bapak Guru

Aku seorang siswi yang tinggal di suatu daerah di Kabupaten Subang bersama kakek. Sejak lama, aku tak lagi tinggal bersama orang tuaku. Keluargaku bisa disebut keluarga yang broken home.
Bersama kakek, aku mendapat banyak pelajaran berharga. Karena beliau mendidik dan menyayangiku seperti beliau mendidik anak-anbaknya, Aku tumbuh dewasa menjadi seorang gadis berusia 17 tahun. Saat ini aku duduk di bangku kelas 3 SMA. Aku termasuk pelajar yang aktif mengikuti organisasi di sekolahku.
Puji syukur prestasi baik akademik maupun non akademik sering aku raih sejak duduk SD dulu, atas prestasi aku mendapat beasiswa baik dari sekolah maupun dari pemerintah kabupaten. Beasiswa itu sangat membantu aku. Karena kondisi ekonomi keluarga , bias dibilang tak punya. Untuk kebutuhan hidup sehari-hari aku berjualan kue dan dagang kecil-kecilan di sekolah. Syukur alhadmulillah, ayah dan kakaku kerap memngirim aku.
Setiap hari aku harus naik ojeg untk menempuh perjalanan ke sekolah yang jaraknya sekitar 3 Km. atau ikut paman dan saudara lain yang tujuan satu arah dengan tempatku sekolah. Kondisi ini kerap aku terlambat masuk sekolah. Seingatku, selama sekolah aku telah terlambt msuk slama 6 kali. Aku mendapat sangsi fsikologis, satpam dan guru piket kerap membentak saya.
Meskipun, aku sudah berusaha mengatakan sejujurnya, kenapa terlambat, yaitu mencari tumpangan gratis untuk sampai ke sekolah. Syukur, alasan itu diterima mereka dan membolehkan aku masuk kelas.
Kejadian terakhir beberapa hari lalu. Aku terlambat 10 menit dari bel masuk. Kejadian ini yang bikin aku shock. Karena mendapat bentakan (habis-habisan) oleh Satpam. Bahkan oleh Wakasek kesiswaan aku diminta untuk kembali ke rumah (pulang). Mereka keukeuh dan tak lagi mendengarkan alas an keterlambatanku.
Sebagai wanita belia, sikap itu membuat aku shock, dan aku hanya bias menangis di depan gerbang sekolah. Dengan kesedihan mendalam dan cucuran air mata, aku terpaksa meninggalkan sekolah itu dan kembali pulang.
Di rumah, terlihat kakekku sedang duduk santai. Melihat cucunya pulang pagi-pagi, kakek menanyangkan sangsi. Masih dengan tangis, aku ceriatakan sebenarnya. Mendengar cerita itu, kakek tampaknya tak mampu menahan emosi, dari matanya, tampak butiran air mata mulai membasahi pipinya yang tak lagi kencang.
Bagi aku, yang tak punya apa-apa, dibentak dan mendapat semportan dari siapapun karena terlambat masuk sekolah, bisa aku terima. Tapi tak mengikuti belajar satu hari, itu yang membuat aku menangis.
Sayangnya di satu sisi, pada saat aku hendak meninggalkan sekolah, justru ada guru yang baru datang ke sekolah untuk mengajar. Mungkin karena kapaistasnya sebagai pengajar, sikap sangar dan garang satpam kepada saya tak ditemukan saat melihat guru itu. Sebaliknya, dia begitu sopan dan mempersilakan sang guru masuk. Sementara aku menangis harus pulang, karena terlambat beberapa menit saja.
Kenapa ada ketidak adilan di sini??? padahal guru-gurupun mempunyai tugas untuk mengajar dan siswa berhak mendapatkannya. Artinya apabila guru terlambt msuk mengajar, brarti sebgian hak siswa telah terampas, mengapa peraturan itu hnya berlaku untuk siswa? sedangkan guru dengan bebas datang. Terkadang jarang sekali siswa menuntut haknya.
Sedangkan kewajibn membayar SP3, dan iuran lainnya harus dipenuhi. Bagaimana pendidikan dapat maju kalo sp3 ini? kebijakan yg tak seimbng.
Walau aku sadari ini salahku terlambat bukan karena kesiangan karena setiap hari pula aku telah terbiasa bangun jam 3/4 pagi… aku termasuk siswa teladan disekolah dan yg aku sesali tak ada sdktpun untk aku menjelaskn mengapa terlmbt. .padahal bnyk tman2 yg terlambat hampir setiap hari. .tapi brbda alasan dgn diriku,mereka trlmbt krna malas. .dan mereka mengakui itu. .aku sadari aku bukan siapa2. .aku harus kuat. .padahal tolong dengar alasanku guru. . .
catatan:
tulisan ini adalah kisah nyata, yang dituturkan oleh salah seorang pelajar yang saya dapat dari bloggersubang.com. nama pelajar dan sskolah sengaja tidak disebutkan